BAB 44 Riyadhus Shalihin: Menghormati Para Ulama, Pembesar dan Orang Terpandang Serta Mengutamakan Mereka Dari Yang Lainnya

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  ٩

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal sihat yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 39: 9)

وَعَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عُقبةَ بْنِ عَمْرِو الْبَدرِيِّ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنًّا وَلَا يُؤمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدُ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ » رَوَاهُ مُسْلِمُ.

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Badri Al-Anshari radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang berhak mengimamkan suatu kaum adalah orang yang paling pandai dalam membaca Al-Quran. Jika bacaan mereka sama, maka orang yang paling memahami tentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika pemahaman dalam sunnahnya sama, maka orang yang terlebih dahulu berhijrah. Jika hijrah mereka sama, maka orang yang lebih tua umurnya. Dan janganlah seseorang mengimamkan yang lain di daerah kekuasan lain, dan jangan pula seorang itu duduk rumah orang lain itu di atas duduknya (orang lain tadi) kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim No. 673)

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ: فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا. بَدَلُ سِنًّا: أَيْ إِسْلَامًا. وَفِي رِوَايَةٍ: يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ وَأَقْدَمُهُمْ قِرَاءَةً فَإِنْ كَانَتْ قِرَاءَتُهُمْ سَوَاءً فَيَؤُمُّهُمْ أَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوْا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا

Dalam riwayat lain disebutkan, “Maka yang lebih dahulu masuk islam.” Sebagai ganti (kalimat), “Maka yang lebih tua usianya.” Dalam riwayat lain disebutkan, Yang berhak menjadi imam suatu kaum adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qur’annya, dan jika bacaannya sama, maka yang paling dahulu berhijrah, jika dalam berhijrah mereka pun sama, maka yang lebih tua umurnya.” (HR. Muslim no. 673, Abu Dawud no. 582, Ibnu Majah no. 980)

عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاَةِ وَيَقُولُ: « اِسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُوا الْأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلونَهُمْ » رَوَاهُ مُسْلِمُ.

Dari Abu Mas’ud bin Amr Al-Badri Al-Anshari radhiyallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bahu kami menjelang shalat seraya bersabda, “Luruskanlah shaf kalian, dan janganlah kalian berselisih, maka niscaya akan berselisih hati kalian hendaklah yang belakangku orang yang tua yang dan memiliki pengetahuan, kemudian orang yang sesudah mereka kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Muslim no. 432).

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهِ قَالَ: قاَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِيَلِني مِنْكُمْ أُولُوا الأَحْلاَمِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ  ثَلاَثًا  وإِيَّاكُمْ وَهَيْشَاتِ الْأَسْوَاقِ  رَوَاهُ مُسْلِمُ .

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya yang ada di belakangku (ketika shalat) adalah orang-orang dewasa dan orang yang cerdas (paham agama). Kemudian orang-orang yang berada di bawah mereka. Dan janganlah kalian semua bercampur dan mengangkat suara seperti di pasar.” [HR. Muslim no. 432/ 123]

وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ يَعْنِي فِي الْقَبْرِ ثُمَّ يَقُولُ: « أَيُّهُمَا أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ » فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.

Dari Jabir radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan dua orang yang mati terbunuh dalam perang Uhud di dalam satu liang kubur, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Mana diantara keduanya paling banyak hafalan Al-Quran?” Tatkala ada seseorang yang menunjuk kepada salah satunya, maka Rasulullah mendahulukan orang yang paling banyak hafalan Al-Qurannya itu untuk di masukkan ke dalam liang lahad.” [HR. Al-Bukhari no. 1343]

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌما أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « أَرَانِي فِي الْمَنَامِ أَتَسَوَّكُ بِسِوَاكٍ فَجَاءَنِي رَجُلاَنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنَ الْآخَرِ فَنَاوَلْتُ السِّوَاكَ الْأَصْغَرَ فَقِيلَ لِي: كَبِّرْ فَدَفَعْتُهُ إِلَى الْأَكْبَرِ مِنْهُمَا » رَوَاهُ مُسْلِمُ مُسْنَدًا وَالْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bermimpi dalam tidurku bahwa aku sedang bersuci (bersiwak) dengan satu siwak. Tiba-tiba datang padaku dua orang lelaki, salah seorang dari mereka itu, ada yang lebih tua. Lalu aku berikan siwak itu kepada yang muda, Tetapi ada orang berkata kepadaku, “Dahulukanlah yang lebih tua!” Lalu aku berikan kepada yang lebih tua dari keduanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara musnad dan diriwayatkan pula Imam Bukhari secara ta’liq. [HR. Al-Bukhari no. 246 dan Muslim no. 19/2271]

وَعَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللَّهِ تَعَالَى إِكْرَامَ ذِى الشَّيْبةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ » حَدٓيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.

Dari Abu Musa radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya tanda Allah memuliakan sesorang Islam yang mempunyai uban usianya, dan orang yang pandai tentang Al-Quran (hafal) tanpa melampui batas ketentuan (dalam membaca) dan tidak pula mengabaikannya serta memuliakan penguasa yang adil termasuk mengagungkan kehormatan Allah.” [HR. Abu Dawud no. 4843)

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيِهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا » حَدِيثٌ صَحِيحٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُ وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحُ

Dari Amr bin Syuaib Dari bapanya Dari datuknya radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak termasuk golonganku, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak mahu menghormati orang yang lebih tua.” [Shahih Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 355, 358, 363. Abu Dawud no. 4943. At-Tirmidzi no. 1920 Ahmad no. 2/185)

وَعَنِ ابْنِ عبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهٌمَا قَالَ: قَدِمَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ فَنَزَلَ عَلَى ابْنِ أَخِيهِ الْحُرِّ بْنِ قَيْسٍ وَكَانَ مِنَ النَّفَرِ الَّذِينَ يُدْنيهِمْ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَانَ القُرَّاءُ أَصْحَابَ مَجْلِسِ عُمَرَ وَمُشَاوَرَتِهِ كُهُولًا كَانُوا أَوْ شُبَّانًا فَقَالَ عُيَيْنَةُ لِابْنِ أَخِيهِ: يَا ابْنَ أَخِي لَكَ وَجْهٌ عِنْدَ هَذَا الْأَمِيرِ فَاسْتَأْذِنْ لِي عَلَيْهِ فَاسْتَأَذَنَ لَهُ فَأَذِنَ لَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَلَمَّا دَخَلَ: قَالَ هِي يَا ابْنَ الْخَطَّابِ: فَوَاللَّه مَا تُعْطِينَا الْجَزْلَ وَلَا تَحْكُمُ فِينَا بِالعَدْلِ فَغَضِبَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَتَّى هَمَّ أَنْ يُوقِعَ بِهِ فَقَالَ لَهُ الْحُرُّ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: { خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَـٰهِلِينَ } وَإنَّ هَذَا مِنَ الْجَاهِلِينَ. وَاللَّهِ مَا جَاوَزَهَا عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا عَلَيْهِ وَكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى. رَوَاهُ الْبخَارِيَّ.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dia berkata, bahwa Uyainah bin Hishn datang dan singgah menemui anak saudaranya yaitu Al-Hurr bin Qais, dan dia termasuk di antara orang yang terdekat dengan Umar radhiyallahu anhu. Ketika itu para ahli pembaca Al-Quran itu dijadikan sahabat dalam majlis Umar serta orang-orang yang diajak bermusyawarah bersamanya, baik orang tua maupun para pemuda. Uyainah berkata kepada anak saudaranya, “Wahai anak saudaraku, kamu ada kedudukan di sisi Amirul Mukminin, lalu mintalah izin untukku agar aku dapat menemuinya.” Lantas Al-Hurr bin Qais meminta izin untuk Uyainah. Tatkala Uyainah sudah menemui Umar dan dia berkata, “Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu belum memberi pemberian yang banyak kepada kami, dan belum juga engkau berbuat adil di antara kami.” Umar secara spontan marah hingga dia hampir-hampir hendak memukulnya, namun Al-Hurr berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Ambilah kemaafan dan suruhlah dengan yang baik, dan berpalinglah Dari orang-orang yang jahil.” (QS. Al-A’raf: 7: 199) Dan sesungguhnya ini tergolong dari kalangan orang-orang jahil.” Demi Allah, Umar tidak jadi melakukan hukuman itu ketika Al-Hurr membaca ayat tersebut kepadanya. Umar adalah orang yang selalu memegang teguh kitabullah.” [Shahih Al-Bukhari no. 4642, 7286]

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ سَمُرَةَ بنِ جُنْدَبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: لَقَدْ كُنْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم غُلامََا فَكُنْتُ أَحفَظُ عَنْهُ فَمَا يَمْنَعُنِي مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ أَنَّ هَهُنَا رِجَالاً هُمْ أَسَنُّ مِنِِّي. مُتَّفَقُ عَلَيْهِ.

Dari Abu Sa’id Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu dia berkata, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku masih muda. Aku selalu hafal apa yang datang Dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mencegahku berbicara, kecuali jika di sana ada orang yang lebih tua Dariku.” [Shahih Al-Bukhari no. 1331, 1332 dan Muslim no. 964]

وَعَنْ أَنَسِِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: فَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَا أَكْرَمَ شَابُّ شَيْجًا لِسنِّهِ إِلاَّ قَيَّضَ اللهُ لَهُ مَنْ يُكْرِ مُهُ عِنْدَ سِنَِّهِ » رَوَاهُ التِِّرْ مَذِيُّ وَقَالَ: حَدِيثُ غَرِيبٌ.

Dari Anas radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah orang muda menghormati orang yang lebih tua kerana umurnya melainkan Allah akan menjadikan untuknya orang yang menghormatinya kerana umurnya (di masa tuanya).” [HR. At-Tirmidzi no. 2022 dinilai Dhaif oleh Syaikh Al-Albani dalam Ad-Da’ifah no. 304]

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماًYa Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.(Qs. Al-Furqan [25]:74) 

Allah Yang Menciptakan, Memiliki dan Mengurus Seluruh Alam Semesta Beserta Isinya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Seorang Mukmin Harus Meyakini Bahwa Tidak Ada Al-Khalik (Yang Menciptakan) Al-Malik (Yang Memiliki) Al-Mudabbir (Yang Mengurus) Seluruh Alam Semesta Beserta Isinya / Seluruh Makhluk Kecuali Allah

  1. AL-KHALIK (YANG MAHA MENCIPTAKAN)

ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَيۡءٖۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ وَكِيلٞ  ٦٢

62.  Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Qs. Az-Zumar; 62)

ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِيَ فِي ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡأَنۡهَٰرَ  ٣٢ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ دَآئِبَيۡنِۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ  ٣٣ وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ  ٣٤

32.  Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.

33.  Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.

34.  Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Qs. Ibrahim [14]: 32-34)

أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ  ٣٤

34.  Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.

أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ  ٣٥ أَمۡ عِندَهُمۡ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمۡ هُمُ ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ  ٣٦

35.  Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?

36.  Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Qs. At-Tur: 34-36)

  • AL-MALIK (YANG MAHA MEMILIKI)

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ  ٢ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ  ٣ مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ  ٤

2.  Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

3.  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

4.  Yang menguasai di Hari Pembalasan. (Qs. Al-Fatihah: 2-4)

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِي ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُۖ بِيَدِكَ ٱلۡخَيۡرُۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ  ٢٦ تُولِجُ ٱلَّيۡلَ فِي ٱلنَّهَارِ وَتُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِي ٱلَّيۡلِۖ وَتُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَتُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّۖ وَتَرۡزُقُ مَن تَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٖ  ٢٧

26.  Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

27.  Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. (Qs. Ali-Imran: 26-27)

قَالَ لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَآ أَنزَلَ هَٰٓؤُلَآءِ إِلَّا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَٰفِرۡعَوۡنُ مَثۡبُورٗا  ١٠٢

102.  Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. (Qs. AL-ISRA: 102).

  • AL-MUDABBIR (YANG MAHA MENGURUS)

هَٰذَا خَلۡقُ ٱللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ ٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦۚ بَلِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ  ١١

11.  Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata. (Qs. Luqman: 11)

أَمَّنۡ هَٰذَا ٱلَّذِي يَرۡزُقُكُمۡ إِنۡ أَمۡسَكَ رِزۡقَهُۥۚ بَل لَّجُّواْ فِي عُتُوّٖ وَنُفُورٍ  ٢١

21.  Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri? (Qs. Al-Mulk: 21)

۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ  ٦

6.  Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Qs. Hud: 6)

APLIKASI TAUHID RUBUBIYAH DALAM KEHIDUPAN

AL-KHALIK

  1. Kita Harus Sadar Dengan Fisi Penciptaan Kita
  2. Menjauhi Sifat Sombong Dalam Diri

AL-MALIK

  1. Menyadari Bahwa Kita Dan Segala Yang Ada Di Sekitar Kita Itu Milik Allah Subhanahu Wata’ala
  2. Kita Harus Tunduk, Patuh, Taat Terhadap Semua Aturan Yang Di Berikan

AL-MUDABBIR

  1. Hilang Rasa Cemas Dan Khawatir Dari Kesengsaraan Hidup
  2. Tidak Akan Takut Rizkinya Di Makan Orang Lain

Kewajiban Mengenal Allah, Mengenal Nabi dan Agama Melalui Wahyu Ilahi


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

اعلَم – رَحِمَكَ اللَّهُ – أَنَّهُ يَجِبُ عَلَينَا تَعَلُّمُ أَربَعِ مَسَائِلَ

الأُولَى: العِلمُ وَهُوَ مَعرِفَةُ اللَّهِ وَمَعرِفَةُ نَبِيِّهِ وَمَعرِفَةُ دِينِ الإِسلَامِ بِالأَدِلَّةِ

الثَّانِيَةُ: العَمَلُ بِهِ

الثَّالِثَةُ: الدَّعوَةُ إِلَيهِ

الرَّابِعَةُ: الصَّبرُ عَلَى الأَذَى فِيهِ

وَالدَّلِيلُ قَولُهُ تَعَالَى: بسم الله الرحمن الرحيم: ﷽ ۝ وَالعَصرِ ۝ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوا بِالحَقِّ وَتَوَاصَوا بِالصَّبرِ

قَالَ الشَّافِعِيُّ -رَحِمَهُ اَللَّهُ تَعَالَى-: «هَذِهِ السُّورَةَ لَو مَا أَنزَلَ اللَّهُ حُجَّةً عَلَى خَلقِهِ إِلاَّ هِيَ لَكَفَتهُم

وَقَالَ البُخَارِيُّ -رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى-: بَابٌ: العِلمُ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ وَالدَّلِيلُ قَولُهُ تَعَالَى: فَاعلَم أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاستَغفِر لِذَنبِكَ﴾ فَبَدَأَ بِالعِلمِ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”  

Ketahuilah semoga Allah merahmatimu sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari empat perkara:

Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalinya.

Kedua adalah: beramal dengan ilmu tersebut.

Ketiga adalah: berdakwah kepada apa yang telah diilmuinya.

Keempat adalah: bersabar dalam gangguan yang menimpa tatkala berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala.

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, ‘Seandainya Allah tidak menurunkan bagi manusia satu argumentasi pun selain ayat ini, maka sudah cukup bagi mereka’.

Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, ‘Bab tentang ilmu sebelum berkata dan beramal’ dan dalilnya adalah firman Allah,

فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَىٰكُمۡ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (Qs.Muhammad [47]: 19).

”Maka Allah subhanahu wa ta’ala mengawali dengan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan”.

Penjelasan Singkat:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Disunahkan bagi kita untuk mengucapkan basmalah pada saat membuat tulisan maupun bekerja. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap ucapan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan zikir, maka dia terputus.” (HR. Ahmad no. 8712)

Dalam hal-hal yang penting Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  selalu mengawali dengan ucapan basmalah. Sebagaimana juga Nabi Sulaiman ‘alaihissalam ketika menulis surat kepada ratu Bilqis,

إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 30)

Begitu juga dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  setiap kali menulis surat yang ditujukan kepada para raja supaya masuk Islam, maka beliau selalu membuka dengan basmalah. Di antaranya beliau menulis surat kepada raja romawi. Ketika seorang utusan membawa surat tersebut kepada Heraklius, raja Romawi, maka dia mengambilnya dan membacanya,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ

“Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraklius raja Romawi.” (HR. Bukhari no. 7)

Selain itu, banyak dari para ulama yang membuka tulisan dan buku-buku dengan ucapan basmalah. Ketika seseorang mengucapkan basmalah, maksudnya dia sedang mencari keberkahan dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sekaligus meminta pertolongan kepada Allah agar memudahkan urusannya.

Empat perkara tersebut adalah: ilmu, amal, berdakwah dan sabar. Dalil dari semua perkara ini adalah firman Allah,

۝ وَالعَصرِ ۝ إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوا بِالحَقِّ وَتَوَاصَوا بِالصَّبرِ

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Artinya semua orang mengalami kerugian, kecuali orang-orang beriman atau sama dengan orang-orang yang berilmu, yang beramal saleh, saling menasehati dalam kebenaran atau berdakwah, dan sabar. Inilah perkara-perkara yang sejatinya menjadi landasan bagi setiap muslim yang wajib untuk dipelajari.

  1. Ilmu: Mengenal Allah, Mengenal Islam dan Mengenal Nabi
  2. Amal: Mengamalkan apa yang telah di ilmui
  3. Berdakwah: (1) Mengajak orang lain berbuat baik pada perkara-perkara dasar. Metode ini berlaku untuk semua orang. (2) Mengajar secara khusus layaknya seorang guru atau ustaz atau menjawab pertanyaan. Metode ini hanya berlaku khusus untuk orang yang berilmu.
  4. Sabar ketika mendakwahkan: (1) Sabar dalam Menuntut Ilmu (2) Sabar dalam beramal (3) sabar dalam berdakwah.

Oleh karenanya, Abu Madinah ad-Darimi berkata,

كَانَ الرَّجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ إِذَا التَقَيَا ثُمَّ أَرَادَا أَنْ يَفْتَرِقَا قَرَأَ أَحَدُهُمَا وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ حَتَّى يَخْتِمَهَا ثُمَّ يُسَلِّمُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى صَاحِبِهِ

“Dahulu jika dua orang sahabat Nabi Muhammad saling bertemu, kemudian hendak berpisah, maka salah satu dari keduanya membaca surah Al-‘Ashr hingga akhir surah, kemudian salah satu dari keduanya saling mengucapkan salam kepada yang lainnya.”( HR. Abu Dawud No. 402 di dalam Az-Zuhd)

Inilah surah yang sangat agung, di mana iman Asy-Syafi’i berkata, “Seandainya Allah tidak menurunkan bagi manusia satu argumentasi pun selain ayat ini, maka sudah cukup bagi mereka.”

Ayat ini sebagai peringatan bagi kita dalam menjalani kehidupan bahwa kita akan menghadapi hari akhirat. Allah memberikan peringatan bahwa semua manusia akan menuai kerugian kecuali orang yang beriman yang didapatkan dengan ilmu, beramal, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Penulis: Ikbal Ropik

Referensi: Kitab Al-Utsulus Tsalasah. Cari artikel lainnya di http://tarbawiy.com

Manusia dan Potensi Pendidikan

Resplash

Pada diri manusia terdiri dari jasmani dan rohani, jiwa dan raga yang menjadi samudra perhatian diseluruh dunia. Memahami manusia sama dengan memahami kehidupan yang dijalani. Dalam studi psikologi ataupun pendidikan anak mulai dari lahir, tumbuh, berkembang, remaja, dewasa sampai manula diberi perhatian yang tidak akan pernah selesai dikaji dan didalami.

Namun dimikian seringkali luasnya dimensi dan keunikan manusia ini tak sempat diberi perhatian oleh sebagian pendidik dan pemerhati praktisi pendidikan. Hari ini banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pada anak kecil memiliki potensi dari sejak lahir. Kemampuan untuk mengadaptasi dan mengasimilasi dari apa saja yang ada disekitar mereka. Variable kecerdasan tumbuh 50% di usia anak 2-4 tahun. Sehingga potensi ini harus difahami oleh orang tua dan pendidik.

Sehingga anak dapat diberi treatment atau bimbingan menuju perkembangan secara menyeluruh, berbagai perkembangan mulai dari fisik jasmani, emosi, agama, kognitif intelektual dan sosial harus diberi perhatian seimbang. Karena kegagalan dalam memperhatikan tumbuh dan berkembangnya anak akan berpengaruh bagi kegagalan menyiapkan generasi hybrid, generasi kuat, yang memiliki kepribadian kokoh, utuh dan matang. Keberhasilan memberi perhatian pada semua aspek perkembangan ini akan memberi dampak pada kesuksesan anak dikemudian hari, baik secara sosial maupun akademik.

Saat ini masalah yang seringkali muncul adalah anak dibiarkan, ditelantarkan, ditakuti dan akhirnya kurang dapat bimbingan perkembangan potensi yang demikian.

Pada keadaan ini peran utama dalam mendidik seorang anak adalah orang tua, untuk mengawal tumbuh kembang anak agar berkembang sesuai harapan. Menjadi anak yang cerdas, kuat, beriman dan berguna dalam kehidupannya kelak. 

Pada posisi manusia kita bisa memahami semenjak “Mauludin” dari semenjak mereka dilahirkan ke dunia. Manusia saat dilahirkan tidak dalam keadaan kosong, namun manusia saat dilahirkan kedunia memiliki potensi fitrah. Rasulullah bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah dan ibunya yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi (Hr. Bukhari dan Muslim).

Fitrah disini dalam Fathul Baari: 339 “mengacu kepada agama yang benar yaitu agama tauhid.” Yaitu agama islam. Sehingga seiring bertambahnya hari anak akan dipengaruhi oleh lingkungannya baik orang tuanya yang mengarahkan atau lingkungan sekitarnya. Potensi keimanan seorang anak terkhusus ini berkembang dan mengikuti lingkungan dan amaliyah kebiasaan manusia sesuai pergaulannya.

Anak ini ibarat Jauhar atau permata yang sangat indah ketika anak itu lahir permata ini belum diukir, dibentuk menjadi suatu rupa. Sehingga Allah mengamanatkan anak ini kepada orang tuanya mau dibentuk seperti apa sekarang dan untuk dikemudian harinya.

Bahkan Allah untuk memahami manusia ini dapat kita lihat dari penggunaan kata kum (kalian) dan ahli (keluarga) dalam Qs. At-Tahrim: 6. “Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…..

Apalagi pada zaman sekarang orang tua sangat berperan penting untuk tumbuh dan berkembangnya anak, sebelum anaknya dimasukkan ke sekolah atau pesantren maka anak ini akan melihat dunia luar terlebih dahulu yang jika tidak dibimbing dengan baik dikhawatirkan akan tergerus oleh arus yang ada. Karena pada dasarnya pendidikan anak yang paling utama adalah rumahnya terutama Ibu dan Bapaknya. Mendidik adalah tugas dan tanggung jawab orang tuanya sebagai pendidikan awal “Al-Umm madrosatul ula“. Anak disebut walad, orang tua disebut Walid. Atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut Wildan (anak-anak yang butuh pengasuhan) kalimat itu disebutkan dalam Qs. Al-Waqi’ah: 17-18, dan Qs. Al-Insan: 19.

Ketika anak dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apapun, namun Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar bersyukur kepada Allah. Secara jelas bisa dilihat dalam Qs. An-Nahl: 78. Allah memberi potensi manusia berkembang “Potensi panca indra (pendengaran dan penglihatan) dan potensi hati yang menggambarkan kecerdasan intelektual atau IQ (kesadaran, memori), kecerdasan emosional atau EQ (qald, nafs) dan kecerdasan Spiritual atau SQ (Fuad, hati nurani) [Suderajat, 2011:25]. Manusia itu makhluk sempurna yang Allah ciptakan dengan segenap potensi dan kelebihan dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.

Pada sekian banyak pengertian tentang fitrah, bahwa kuncinya fitrah itu adalah potensi manusia. bukan hanya pada potensi agama atau dilahirkan dalam keadaan bertauhid kepada Allah. namun banyak juga potensi lainnya. Menurut ibnu taimiyah sebagaimana disitir Jauhaja S. Praja pada diri manusia juga memiliki setidaknya tiga potensi fitrah yaitu:

  1. Daya intelektual (Quwwat al-aql) yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan mengesakan tuhannya. Melalui potensi ini manusia dapat membangun peradaban.
  2. Daya Ofensif (quwwat a-syahwat) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
  3. Daya Defensif (quwwat al-qhaddab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya. potensi insting yang memungkinkan manusia dapat mempertahankan diri dalam keadaan darurat yang kurang menguntungkan.

Kemudian ada juga pendapat Ibnu Taimiyah yang dikutip Nurcholis Majdid yang membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:

  1. Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak lahir. potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan
  2. Fitrat al-Munaazalat merupakan potensi luar manusia. adapun wujud dari fitrah ini yaitu Wahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al-gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.

Muhammad Bin Asyur sebagaimana disitir M. Quraish Shihab (1994) dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberapa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:

  1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki
  2. Potensi akliyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah premis.
  3. Potensi Rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tentram, dan sebagainya.

Dalam prespektif pendidikan islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional (akal) dan kekuatan spiritual (agama).  Ketiga kekuatan inilah yang kemudian dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam perbuatan amaliah manusia sehari-hari, baik secara vertikal maupun horizontal. Perpaduan ketiganya merupakan kesatuan yang utuh.

Dalam pendidikan islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada jasmani maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis religius dalan diri peserta didik.

Fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki kebutuhan. Menrurut Zakarya Drajat ada dua kebutuhan peserta didik yaitu:

  1. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, bebas, mengenal dan rasa sukses
  2. Kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan dan papan.

Dalam perkembangannya manusia ingin selalu dipenuhi kebutuhan hidupnya, secara layak dan dapat hidup sejahtera. Tetapi kehidupan sejahtera sifatnya relatif, karena selalu berkembang sesuai dengan perkembangan sosial budaya. Semakin maju suatu masyarakat, maka akan semakin beraneka ragam kebutuhan. Menurut Zuhairini, dkk [95-97], kebutuhan pokok manusia antara lain yaitu:

  1. 1. Kebutuhan Biologis

kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah, yang merupakan kebutuhan hidup manusia yang primer, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan kebutuhan sexsual. Setiap orang tentu akan memenuhi kebutuhan biologis tersebut, namun cara pemenuhan kebutuhan tersebut berbeda satu dengan yang lain, tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing.

  1. 2. Kebutuhan Psikis

Kebutuhan Psikis yaitu kebutuhan rohaniah. Manusia membutuhkan rasa aman, dicintai dan mencintai, bebas, dihargai, dan lainnya. Manusia adalah makhluk yang disebut “psycho-physik netral” yaitu sebagai makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Dalam kemandirian itu manusia memiliki potensi untuk berkembang dan tumbuh, untuk itu diperlukan adanya pendidikan, agar kebutuhan psikis dapat terpenuhi dengan seimbang.

  1. 3. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan manusia bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka manusia memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembangkan interaksi antara masyarakat.

  1. 4. Kebutuhan Agama (spiritual)

Kebutuhan Agama (spiritual) yaitu kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahir manusia sudah membawa fitrah beragama dan akan berkembang degan adanya pendidikan. Dengan demikian manusia disebut dengan makhluk berketuhanan atau disebut juga dengan makhluk beragama, karena dengan adanya agama manusia akan dapat ketenangan lahir dan batin.

  1. 5. Kebutuhan Paedagogis (intelek)

Kebutuhan Paedagogis (intelek) yaitu kebutuhan manusia terhadap pendidikan. Manusia disebut homo- educandum, yaitu akhluk yang harus dididik, oleh karena manusia itu dikategorikan sebagai animal educable, yakni sebagai makhuk sebangsa binatang yang dapat dididik. Karena manusia mempunyai akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan, di samping manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri (self-forming).

Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidupnya memerlukan pendidikan. Namun pendidikan yang baik dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga terjadilah beragam agama dan kecerdasan setiap individu.

Seluruh potensi tersebut harus dibina dan dikembangkan melalui pendidikan yang baik. Maka rawat betul mutiara tersebut bentuklah agar semakin indah dan harapannya anak-anak kita menjadi pribadi yang cerdas, berguna untuk manusia yang lainnya, yang paling utama dekat dengan Allah taat terhadap perintah Allah, berbakti kepada kedua orang tua.

Penulis: Ikbal Ropik

Referensi: Hadits Manajemen Pendidikan, Dr. H. Moh. Sulhan, M.Ag.

Artikel lainnya di: tarbawiy.com

Kiat Hidup Bermakna; Setidaknya Sisihkan Waktu Menjadi Empat Aktifitas

Waktu terus berjalan dan bergilir dalam kehidupan, ada kalanya orang mendapati dirinya dalam kegembiraan ada kalanya mendapati dirinya berada pada puncak kesedihan. Kejayaan dia rasakan dan boleh jadi sebelumnya dia merasakan keterpurukan. Jabatan itu terbatas ruang dan waktu setelah habis masa jabatannya maka akan beralih jabatannya ke tangan orang lain. 

Saat ini kita muda nanti pasti kita akan merasakan tua, begitulah kehidupan tidak ada yang abadi selama hidup di dunia. Namun tidak semua yang muda akan merasakan tua terlebih dahulu, karena dia antara mereka ada yang Allah panggil lebih dulu boleh jadi diwafatkan kanak-kanak, boleh jadi sudah dewasa, dan boleh jadi disampaikan pada usia tua. 

Fasenya: Lemah – Menguat – Melemah kembali

Lemah yang kedua akan ditandai dengan “Syaibah” / uban yang menandakan lemah yang kedua tidak mungkin akan merasakan kuat lagi. Lemahnya inipun beriringan dengan “likaila ya lama mim ba’di ‘ilmin syaian” / tidak mengetahui lagi sesuatu yang dahulunya telah diketahui. Atau artian banyak lupa dengan sesuatu yang dulu pernah dihafal dan diingat. 

Fisik tidak menetap pada satu keadaan dan kekuatan hafalan pun tidak menetap pada satu keadaan. Artinya masa yang adaa ini jangan sampai disiakan, apalagi masih kategori muda agar saat usia lanjut tidak menyesal karena tidak memaksimalkan fisik untuk kebaikan atau akal untuk belajar dan memahami agama, atau berfikir untuk kemaslahatan berkehidupan. 

Setidaknya waktu kehidupan kita bagi menjadi empat bagian:

  • Sisihkan waktu untuk bermunajat kepada Allah

Waktu khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah, dimana kita mengadukan semua persoalan hidup kepada-Nya, waktu khusus antara kamu dengan Allah.

  • Sisihkan waktu untuk menghisab diri agar mengetahui kekurangan dan kelemahan diri

Perbaikan itu akan timbul diatas kesadaran akan kekurangan dan kekhilafan diri. Karenanya waktu menghisab diri ini penting disediakan agar kita menjadi pribadi yang senantiasa memperbaharui aktifitas keseharian menjadi lebih baik lagi. 

  • Sisihkan waktu untuk meningkatkan keimanan dan aqidah lewat belajar (baik lewat kauniyyah atau kauliyyah

Diantara jalan hidayah itu lewat belajar, jalan meningkatkan iman itu diantaranya belajar karena iman itu disebut simbol ilmu. Sehingga fahami betul dengan mempelajari Kitabullah lewat guru-guru kita atau dengan merenungi ciptaan Allah berupa alam raya dan seluruh isinya. 

  • Sisihkan waktu untuk mencari kehidupaan / tidak banyak diam, tapi tetap berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Seorang hamba tidak dipuji jika dia hanya diam saja di masjid zikir dan enggan memenuhi kebeutuhan hidupnya. Namun seorang hamba yang baik hendaklah bertebaran dimuka bumi untuk menggapai rizqi yang Allah suguhkan kepadanya, bertebaran dimuka bumi untuk menjemput rizqi dengan cara-cara yang dibenarkan dalam agama agar langkahnya menjadi berkah. 

Setidaknya inilah 4 hal yang mesti kita perhatikan, dan targetkan agar waktu bisa kita gunakan dengan maksimal. 

Bersihnya Wadah Ilmu Sebab Ilmu Mudah Diperoleh

Wadah dari ilmu yang dimaksud adalah hati. Semakin hatinya bersih maka akan semakin mudah ilmu didapatkan. Seseorang yang ingin merasakan nikmatnya hidup dibawah naungan ilmu dan ilmu itu menjadi penghias bagi kehidupannya maka haruslah membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang ada di dalam hati dan menjauhi segala macam keburukan dan kemaksiatan.. Berkata Syaikh Shalih bin Abdillah bin Hamdil ‘Ushaimi,

فالعلم جوهرٌ لطيفٌ لا يَصلُح إلَّ للقلب النَّظيف

“Ilmu adalah permata yang sangat lembut, tidak layak kecuali ditempatkan di hati yang suci dan bersih.” (Khulashah Ta’zhim al-‘ilmi: 14)

Kebersihan hati harus menjadi titik awal pemberangkatan seorang terkhusus penuntut ilmu agar ilmu mudah masuk dan hati siap untuk menerima ilmu. Perkara yang membuat hati menjadi kotor adalah kehendak terhadap syahwat yang jelek sehingga membuat hati mengeras karena mengikuti syahwat yang disalurkan kepada hal-hal yang bukan pada tempatnya (negatif). Do’a yang diajarkan Nabi agar kita terhindar dari hawa nafsu yang jelek adalah,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan hawa nafsu yang jelek.” (HR. Tirmidzi, no. 3591)

Begitupula harus membersihkan dirinya dari perkara-perkara syubhat yang keadaan hukumnya masih samar apakah halal atau haram, sehingga baiknya bagi seseorang yang mendapati hal semacam ini untuk menghindarinya agar diri tidak berada dalam keraguan dan khawatir terjatuh dalam keharaman.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat (yang masih samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Upaya untuk meraih hati yang bersih maka seorang penuntut ilmu harus menghindari dua hal tersebut yaitu menghindarkan dari syahwat yang jelek dan menghindarkan diri dari perkara-perkara syubhat (perkara samar, yang belum jelas apakah termasuk perkara yang halal ataukah haram).

Bahkan Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta seseorang namun yang Allah lihat pada seseorang adalah hati dan amalan-amalannya. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat imam Muslim. Dari Abu Hurairah radiallahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Amalan hati ini lebih dahulu diperbaiki sebelum memperbaiki amalan lahiriyyah, yaitu diantaranya dengan menjauhi sifat-sifat tercela dan dengan menjaga aqidah dari kekeliruan dalam keyakinan. Rasulullah mengabarkan dalam hadits lain riwayat Imam Al-Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599,

أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

”Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah jasad itu seluruhnya dan jika ia buruk, maka buruklah jasad itu seluruhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

Tatkala hati itu telah bersih ilmu akan mudah di dapatkannya dan hati akan mudah menerima kebenaran-kebenaran ilmu begitupula kemudahan baginya untuk mengamalkan ilmu yang di dapatkannya.

Perkataan dari Sahl bin Abdillah rahimahullah,

حرامٌ علىٰ قلبٍ أن يدخله النُّور ، وفيه شيءٌ ممَّا يكره الله عزَّ وجلَّ

”Haram bagi hati untuk dimasuki cahaya, sedangkan di dalam hatinya ada sesuatu yang dibenci oleh Allah.” (Tadzkiratus sami’ wal mutakallim)

Oleh: Ikbal Ropik

Artikel Tarbawiy.com

Profil Muslim Tangguh; Kuat, Semangat dan Adaptif

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. 𝘼𝙥𝙖𝙗𝙞𝙡𝙖 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙩𝙚𝙧𝙩𝙞𝙢𝙥𝙖 𝙢𝙪𝙨𝙞𝙗𝙖𝙝, 𝙟𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙠𝙖𝙩𝙖, “𝙎𝙚𝙖𝙣𝙙𝙖𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙠𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙢𝙞𝙠𝙞𝙖𝙣, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙣𝙞 𝙙𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪”. 𝙏𝙚𝙩𝙖𝙥𝙞 𝙠𝙖𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝, “𝙌𝙖𝙙𝙖𝙧𝙪𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙬𝙖 𝙢𝙖 𝙨𝙮𝙖-𝙖 𝙛𝙖’𝙖𝙡 (𝙝𝙖𝙡 𝙞𝙣𝙞 𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝙙𝙞𝙩𝙖𝙠𝙙𝙞𝙧𝙠𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝, 𝙙𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙖𝙥𝙖 𝙨𝙖𝙟𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙠𝙚𝙝𝙚𝙣𝙙𝙖𝙠𝙞-𝙉𝙮𝙖). 𝙆𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙪𝙘𝙖𝙥𝙖𝙣 “𝙨𝙚𝙖𝙣𝙙𝙖𝙞𝙣𝙮𝙖” 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙠𝙖 𝙥𝙞𝙣𝙩𝙪 𝙥𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙨𝙮𝙖𝙞𝙩𝙖𝙣”. ( HR. Muslim ).

  • Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai disisi Allah

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.

  • Semangat menggapai apa yang bisa memberikan manfaat dan tidak berputus asa

اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ

Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.

  • Mampu menerima ketetapan Allah yang tidak sesuai dengan yang diharapkan; Syukur tatkala mendapatkan nikmat, sabar tatkala ditimpa ujian taubat tatkala terjerumus dalam dosa. Dan jangan berandai-andai.

وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“𝘼𝙥𝙖𝙗𝙞𝙡𝙖 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙩𝙚𝙧𝙩𝙞𝙢𝙥𝙖 𝙢𝙪𝙨𝙞𝙗𝙖𝙝, 𝙟𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙠𝙖𝙩𝙖, “𝙎𝙚𝙖𝙣𝙙𝙖𝙞𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙠𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙢𝙞𝙠𝙞𝙖𝙣, 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙣𝙞 𝙙𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪”. 𝙏𝙚𝙩𝙖𝙥𝙞 𝙠𝙖𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝, “𝙌𝙖𝙙𝙖𝙧𝙪𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙬𝙖 𝙢𝙖 𝙨𝙮𝙖-𝙖 𝙛𝙖’𝙖𝙡 (𝙝𝙖𝙡 𝙞𝙣𝙞 𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝙙𝙞𝙩𝙖𝙠𝙙𝙞𝙧𝙠𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝, 𝙙𝙖𝙣 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩 𝙖𝙥𝙖 𝙨𝙖𝙟𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙠𝙚𝙝𝙚𝙣𝙙𝙖𝙠𝙞-𝙉𝙮𝙖). 𝙆𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙪𝙘𝙖𝙥𝙖𝙣 “𝙨𝙚𝙖𝙣𝙙𝙖𝙞𝙣𝙮𝙖” 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙪𝙠𝙖 𝙥𝙞𝙣𝙩𝙪 𝙥𝙚𝙧𝙗𝙪𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙨𝙮𝙖𝙞𝙩𝙖𝙣”

Penulis: Ikbal Ropik | Artikel; Tarbawiy.com

Yakin dan Tawakal

Berikut beberapa dalil yang berkaitan dengan yakin dan tawakal:

وَلَمَّا رَاَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْاَحْزَابَۙ قَالُوْا هٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَصَدَقَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ ۖوَمَا زَادَهُمْ اِلَّآ اِيْمَانًا وَّتَسْلِيْمًاۗ

”Dan tatkala orang-orang melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, ’inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.’ Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Qs. Al-Ahzab [33]:22)

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

”(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ’Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ’Culuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.’ (Qs. Ali-Imran [3]: 173)

فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Qs. Ali-Imran [3]: 173)

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ

”Dan bertawakallah kepada Allah Yang Maha Hidup (kekal) yang tidak mati……” (Qs. Al-Furqan [25]: 58)

وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

”…… dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.” (Qs. Ibrahim [14]: 11)

فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

”………. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Qs. Ali-Imran [3]: 159).

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ

……Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…… (Qs. At-Thalaq [65]: 3)

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakal.” (Qs. Al-Anfal [8]:2)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَيْضًا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَتَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنِي، أَنْتَ الْحَيُّ الَّذِي لَا تُمُوتُ، وَالْجِنُّ وَالإِنسُ يَمُوتُونَ (مُتَفَقٌ عَلَيْهِ) وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمِ وَاخْتَصَرَهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Ibnu ‘Abbas radiallahuma bahwa Rasulullah bersabda, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, dan pada-Mu aku beriman, dan atas-Mu aku bertawakal, dan hanya kepada Engkaulah aku kembali dan dengan pertolongan-Mulah aku berbantah (berdebat). Ya Allah, aku mohon perlindungan dengan kemuliaan-Mu, tiada Ilah melainkan Engkau, dan aku mohon agar Engkau tidak menyesatkan diriku. Engkau Mahahidup yang tidak akan pernah mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati.” (Muttafaqun ‘alaihi. HR. Al-Bukhari: 1120 dan Muslim: 2717. Hadist di atas menurut lafal Muslim dan diringkas dalam lafal Al- Bukhari)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَيْضًا، قَالَ: حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ حِيْنَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ حِينَ قَالُوا : إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا : حَسْبُنَا الله ونعم الوكيل . (رواه البخاري)

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ: كَانَ آخِرَ قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ : حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيل

Dari Ibnu Abbas radiallahuma juga berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil.” (Cukuplah Allah itu sebagai penolong kita dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung). “Ucapan ini dikatakan oleh Ibrahim ketika beliau dilemparkan ke dalam api. Kalimat ini juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad ketika orang-orang berkata, “Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk memerangi kalian, maka takutilah mereka itu. Akan tetapi, perkataan itu malah menambah keimanan mereka dan mereka berkata hasbunallah wa ni’mal wakil.” (HR. Al-Bukhari: 4563)

Dalam riwayat Bukhari yang lain dari Ibnu ‘Abbas berkata, “Kalimat terakhir yang diucapkan Nabi Ibrahim ketika beliau dilemparkan ke dalam api adalah hasbiyallah wa ni’mal wakil (cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung).”

عَنْ عُمَرَ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُوْلُ: (لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا ) . (رواه الترمذي، وقال: حديث حسن) معْنَاهُ: تَذْهَبُ أَوَّلَ النَّهَارِ خَماصًا : أَيْ ضَامِرَةَ البُطُونِ مِنَ الْجُوعِ، وَتَرْجِعُ آخِرَ النَّهَارِ بِطَانًا: أَي مُمْلَةَ البُطُونِ

Daru Umar radiallahu anhu berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Keluar pada pagi hari dengan perut kosong dan kembali sore hari dengan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi: 2344 dan Ahmad: 52/1. At-Tirmidzi mengatakan, hadits hasan. Syaikh Ahmad Syakir berkata, sanadnya shahih). Maknanya adalah: bahwa burung-burung itu pada awal siang hari, yakni mulai pagi hari pergi dalam keadaan perut kosong karena lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya kembali dalam keadaan perutnya penuh sebab kenyang. Demikianlah tawakalnya burung.

Dari ummul mukminin Ummu salamah (nama sebenarnya hindun binti abu sumayyah hudzaifah al-Makhzumi) bahwa nabi apabila keluar dari rumahnya, beliau berdoa:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عليَّ

Dengan menyebut nama Allah saya bertawakal kepadanya dan tiadak daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari kebodohan diriku atau dijahilin orang lain. (Hr. Abu dawud 5094 dan At-Tirmidzi: 3427)

Dari Anas bin Malik berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”siapa saja yang berkata (apabila keluar dari rumahnya)

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

”Dengan menyebut nama Allah saya bertawakal kepadanya dan tiadak daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah” . Maka akan dikatakan kepadanya, engkau telah mendapatkan petunjuk, kamu telah dijamin keperluanmu, kamu dipelihara dan dijauhkan dari setan”. (Hr. Abu Dawud 5095, At-Tirmidzi 3426 dan An-Nasa’i).

Artikel https://tarbawiy.com/

Haramnya Mendurhakai Kedua Orangtua dan Memutuskan Tali Persaudaraan

Berikut kami sampaikan sebagian dalil terkait wajibnya berbakti kepada kedua orang tua dan haramnya memutus tali persaudaraan, dalil diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah:

فَهَلۡ عَسَيۡتُمۡ إِن تَوَلَّيۡتُمۡ أَن تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَتُقَطِّعُوٓاْ أَرۡحَامَكُمۡ 

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمۡ وَأَعۡمَىٰٓ أَبۡصَٰرَهُمۡ 

(22) Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (23) Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka  (Qs. Muhammad [47]: 22-23)

وَٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مِيثَٰقِهِۦ وَيَقۡطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفۡسِدُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱللَّعۡنَةُ وَلَهُمۡ سُوٓءُ ٱلدَّارِ 

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Qs. Ar-Ra’d [13]: 25)

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا 

وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا 

(23) Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (24)  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Qs. Al-Isra [17]: 23-24).

وَعَنْ أَبِي بَكْرَةَ نُفَيْعِ بْنِ الْحَارِثِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ : الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّوْرِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ. فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Bakrah Nufai’ bin Al-Harits Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa besar yang paling besar?” Beliau mengulanginya tiga kali, kemudian kami menjawab, “Tentu! Ya Rasulullah.” Rasulullah menjelaskan, “Yaitu menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.” Semula Rasulullah bersandar lalu beliau duduk tegak, seraya meneruskan sabdanya, “Ingatlah! Juga sumpah palsu dan persaksian palsu.” Rasulullah mengulang-ulang perkataan itu, sampai-sampai kami berkata dalam hati, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari no. 2654, Muslim no. 87)

وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْكَبَائِرُ : الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu Anhuma, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, mendurhakai kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari no. 6675)

وَعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ، قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟، قَالَ: نَعَمْ، يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

وَفِي رِوَايَةٍ: إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ، قِيلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ : يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ، فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Di antara dosa-dosa besar adalah seseorang memaki kedua orang tuanya.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab, “Ya, apabila seseorang memaki bapak orang lain, kemudian orang itu membalas memaki bapaknya, dan ia memaki ibu orang lain kemudian orang itu memaki ibunya.” (HR, Bukhari no 5973, Muslim no. 90)

Dalam riwayat lain dikatakan, “Sesungguhnya yang termasuk dosa terbesar di antara dosa-dosa besar adalah orang yang melaknat kedua orang tuanya.” Ada shahabat yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagai-mana mungkin seseorang melaknat kedua orang tuanya?” Beliau menjawab, “Ia memaki bapak orang lain, lalu orang itu membalas dengan memaki bapaknya, dan ia memaki ibu orang lain, kemudian orang itu membalas dengan memaki ibunya.”

وَعَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ قَالَ سُفْيَانُ فِي رِوَايَتِهِ: يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka memutuskan tali persaudaraan.” Dalam riwayatnya Sufyan mengatakan, “Maksudnya orang yang memutuskan tali silaturrahim.” (HR. Bukhari no. 2408, 5975, Muslim no. 593)

وَعَنْ أَبِي عِيسَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ الْأُمَّهَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ، وَوَاْدَ البَنَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَالمَالِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Isa Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Sungguh Allah Ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu-ibu kalian, menolak kewajiban dan meminta yang bukan haknya, dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci kalian yang membicarakan segala hal yang didengar tanpa memastikan kebenarannya, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Bukhari no. 5984, Muslim no. 2556).

Kitab: Riyadhus Shalihin Karya Imam An-Nawawi BAB 41.

Penulis: Ikbal Ropik

Artikel Tarbawiy.com

Iman Dan Amal Shalih

Sahabatku, agar kita dapat meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat tentu yang paling mendasar dalam hal ini adalah dengan beriman dan beramal shalih, sebagaimana Allah berfirman:

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [Qs. An-Nahl 16:97]

Dalam ayat ini Allah menyebutkan balasan bagi orang-orang yang berbuat baik disertai dengan keimanan (karena keimanan adalah syarat sah diterimanya amal shalih). Maka baginya akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia serta balasan kebaikan dunia dan akhirat.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman.” Keberadaan iman menjadi syarat sah dan diterimanya amalan shalih. Bahkan tidak bisa disebut amal shalih kecuali disertai dengan keimanan, karena iman menuntut munculnya amal shalih.

Sesungguhnya iman adalah pembenaran yang teguh lagi membuahkan amalan-amalan anggota badan, baik perbuatan yang wajib maupun sunnah.

Barangsiapa telah mengkombinasikan antara iman dan amal shalih, “maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” Hal tersebut dengan pemberian ketentraman hati dan ketenangan jiwa serta tiada menoleh kepada obyek yang mengganggu hatinya, dan Allah memberinya rizki yang halal lagi baik dari arah yang tidak disangka-sangka.

“Dan sungguh akan Kami berikan balasan kepada mereka,” (di akhirat) “dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan,” berupa aneka kenikmatan (surgawi) yang tidak pernah dilihat oleh pandangan mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik di dalam hati manusia. Maka Allah memberinya kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.

Oleh karena itu orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan senantiasa beramal shalih. Maka mereka memiliki pijakan yang jelas dalam hidupnya, hatinya akan selalu teguh dangerak langkahnya selalu pasti karena mengharap ridha dan ampunan dari Allah.

Kemudian, mereka selalu menjaga hatinya agar selalu mengingat yang baik-baik, lisannya tidak berucap kecuali ucapan yang baik-baik, pandangannya di jauhkan dari sesuatu yang buruk, telinganya mendengar sesuatu yang bisa menambah kebaikan dan selalu menerima apapun yang datang kepada, baik yang berbentuk kebahagiaan dan kesenangan atau penderitaan dan kesedihan.

Jika yang ditakdirkan kebaikan dan kemudahan kepadanya maka pasti akan datang, begitupula sebaliknya jika yang ditakdirkan kesulitan dan musibah yang akan datang kepadanya maka pasti akan datang.

Jika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan disenangi, mereka menerimanya dengan rasa syukur kepada Allah dan mereka gunakan pemberian tersebut untuk kebaikan.

Maka dari sana timbullah perasaan gembira dan berharap kepada Allah agar kebaikan itu terus ada pada dirinya dan mengandung keberkahan dalam kehidupan dan berharap agar Allah memberikan pahala dari apa yang dia kerjakan dari kebaikan yang telah dikerjakan.

Karena bentuk penerimaannya dengan rasa syukur, pastilah kenikmatan itu akan terus bertambah, semakin bersyukur maka akan semakin bertambah kenikmatan dan keberkahan.

Kemudian, jika mendapatkan keburukan dan kesulitan mereka hadapi sesuai kemampuan dan mereka sabar dengan keburukan dan kesulitan yang sedang mereka alami, karena mereka menyadari bahwa tidak bisa lari dari keburukan dan kesulitan itu. Hanya satu jalan yang harus ditempuh, yaitu melewatinya dengan penuh kesabaran. Yakin bahwa setelah kesulitan itu pasti Allah berikan kemudahan dalam setiap urusan.

Maka dengannya orang-orang yang mampu bersabar ketika ditimpa keburukan dan kesulitan mereka akan mendapatkan hikmah yang luar biasa untuk bekal kehidupannya, kesulitan-kesulitan tersebut akan mampu memberikan pengalaman berharga dan bahkan membuatnya menjadi lebih baik dari yang telah berlalu.

Diantara hal yang menjadi pengalaman berharganya yaitu jadi tahu bagaimana cara menghadapi permasalahan hidup dan membuat diri menjadi semakin kuat menahan cobaan.

Ilmu sabarnya bertambah dan tambah yakin bahwa berharap dan memohon pertolongan hanya kepada Allah adalah kunci dari segala kesulitannya.

Setelah hilang kesulitan datanglah kemudahan dan harapan yang baik. Yang dengannya kita tergerak untuk lebih memaksimalkan nikmat kemudahan yang Allah berikan kepada hal-hal yang bermanfaat, memaksimalkan nikmat kemudahan untuk beribadah kepada Allah dan memperkuat doa kemudahan dan harapan ridha dan karunia dari Allah.

Rasulullah menggambarkan hal ini dalam hadits dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah bersabda,

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنً أَمْرَهُ كُلًهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرًاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرًاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya”. [HR. Muslim No. 5318]

Dalam hadits ini Rasulullah menggambarkan bahwa seorang mukmin akan mendapatkan berlipat-lipat kebaikan dan buah dari amal kebaikan yang dilakukannya. Buah kebaikan itu dia dapatkan baik dari kemudahan dan kenikmatan atau dia dapatkan dari kesulitan dan keburukan yang di hadapi.

Sahabatku, kita akan mendapati dua orang yang mengalami hal serupa baik berupa hal yang dicintai dan disenangi ataupun kesulitan dan keburukan, tetapi ada perbedaan yang besar antara keduanya dalam menerima dan mengatasi halnya. Ini terjadi karena berbeda keimanan dan amal shalih antara keduanya.

Respon pertama, ketika mendapati dirinya ditimpa kebaikan dan keburukan, maka dia hadapi dengan bentuk syukur dan sabar dengan segala konsekuensi yang akan dia hadapi.

Sehingga dengannya akan lahir dalam dirinya perasaan bahagia dan senang, hilang rasa gundah, kesedihan, perasaannya menjadi tenang, tidak merasa dihantu-hantui, kesempitan dada dan kehidupan sengsara, semuanya akan berganti dengan ketenangan dan kebahagiaan dalam menghadapi hari-harinya.

Respon kedua, ketika mendapatkan kesenangan maka dia menyombongkan diri dan melampaui batas. Akhlaknya jauh dari akhlak yang dicontohkan Rasulullah, padahal semestinya tau dengan semua kesenangan yang didapat itu, tidak akan pernah membuat hatinya tenang.

Bahkan kegelisahan yang selalu menyelimuti kehidupannya dan rasa takut akan hilangnya kenikmatan yang sedang dirasakan bahkan takut berlebihan kehilangan barang-barang mewah yang ada di rumah dan di depan halaman rumahnya dan ini diantara penyebab tidak akan pernah tenang.

Kemudian bisa jadi tidak pernah puas dengan apa yang sudah di miliki, sehingga mengharapkan dan membayang-bayangkan sesuatu yang belum ada dan belum tentu akan bisa dimiliki ataukah tidaknya. Sehingga ketika seperti ini, kenikmatan yang sedang dirasakan dan sudah dimiliki tidak akan pernah bisa dinikmati, bahkan akan menambah kegelisahan dalam kehidupannya.

Fokus dengan satu hal yang orang lain miliki dan menjadi lupa dengan berpuluh-puluh hal yang sedang dinikmati, artinya dia menginginkan satu kenikmatan yang dimiliki orang lain tetapi lupa mensyukuri kenikmatan yang begitu banyak yang sedang dinikmati.

Ketika mendapatkan kesulitan dan keburukan dia menerimanya dengan panik, ketakutan dan tidak tenang. Jika demikian penerimaannya maka kehidupan akan semakin sempit, dihantui dengan bayang-bayang buruk, kehidupannya tidak bisa dinikmati dan selalu tegang, semua bentuk penerimaan ini akan menambah lebih keruh dan lebih buruk permasalahan yang sedang dihadapi.

Karena permasalahannya tidak dia hadapi dengan ketenangan dan penerimaan yang baik yaitu dengan sabar kemudian berikhtiar mencari jalan keluar dan berharap kemudahan dari Allah.

Semua itu bisa kita saksikan lewat pengalaman, jika sahabat renungkan dan kaitkan dengan realita yang ada, maka sahabat akan mendapatkan perbedaan yang menonjol antara orang mukmin yang senantiasa mengamalkan tuntunan syariat dan orang-orang yang jauh dari syariat dalam menghadapi setiap persoalan hidup.

Dalam hal ini, agama mengajarkan tentang keesaan Allah, tentang ketentuan rizki semua makhluk. Syukur, sabar, sifat-sifat kebaikan termasuk mengajarkan bersifat qana’ah (merasa cukup) dari apa yang sedang dia rasakan dan apa yang di dapatkan dari yang halal. Sehingga seseorang jika benar-benar ketaatannya dan menjadikan syariat sebagai pedoman, maka akan menjadi solusi bagi kehidupannya.

Setiap mukmin jika suatu waktu ditimpa musibah berupa kesakitan atau kefakiran. Karena setiap orang memiliki kemungkinan yang sama tentang hal ini, lalu dengan keimanannya dan memiliki rasa qana’ah dia menerima semua itu dengan penuh rasa penerimaan, ridha dengan semua yang Allah takdirkan untuknya, kemudian melihat orang-orang yang berada di bawahnya yang jauh lebih sengsara dari dirinya, maka bertambahlah rasa syukur dalam dirinya.

Bahkan boleh jadi dia lebih bahagia hidupnya karena memiliki sifat qana’ah dibandingkan dengan orang yang dalam pandangan dunia lebih baik tetapi tidak memiliki sifat qana’ah dalam dirinya.

Begitupula akan sahabat temui orang-orang yang tidak menjalankan nilai-nilai keimanan, manakala mendapatkan cobaan seperti kefakiran atau sakit, maka akan ditemui banyak diantara mereka yang mengeluh dengan musibah bahkan sebagian berputus asa dengan apa yang sedang dihadapinya.

Maka beruntunglah orang-orang yang bisa bersyukur dan bersabar ketika ditimpa musibah kemudian beramal dengan amalan shalih dan dibarengi dengan keimanan kepada Allah maka dengannya akan mendatangkan sebab-sebab mendapatkan kehidupan yang baik dari Allah dan mendapatkan pahala dari apa yang dikerjakannya.

Mudah-mudahan Allah jaga dan istiqamahkan kita dalam agamanya dan Allah memberikan kehidupan yang baik bagi kita di dunia sampai syurga-Nya. Allahumma Aamiin.