Manusia dan Potensi Pendidikan

Resplash

Pada diri manusia terdiri dari jasmani dan rohani, jiwa dan raga yang menjadi samudra perhatian diseluruh dunia. Memahami manusia sama dengan memahami kehidupan yang dijalani. Dalam studi psikologi ataupun pendidikan anak mulai dari lahir, tumbuh, berkembang, remaja, dewasa sampai manula diberi perhatian yang tidak akan pernah selesai dikaji dan didalami.

Namun dimikian seringkali luasnya dimensi dan keunikan manusia ini tak sempat diberi perhatian oleh sebagian pendidik dan pemerhati praktisi pendidikan. Hari ini banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pada anak kecil memiliki potensi dari sejak lahir. Kemampuan untuk mengadaptasi dan mengasimilasi dari apa saja yang ada disekitar mereka. Variable kecerdasan tumbuh 50% di usia anak 2-4 tahun. Sehingga potensi ini harus difahami oleh orang tua dan pendidik.

Sehingga anak dapat diberi treatment atau bimbingan menuju perkembangan secara menyeluruh, berbagai perkembangan mulai dari fisik jasmani, emosi, agama, kognitif intelektual dan sosial harus diberi perhatian seimbang. Karena kegagalan dalam memperhatikan tumbuh dan berkembangnya anak akan berpengaruh bagi kegagalan menyiapkan generasi hybrid, generasi kuat, yang memiliki kepribadian kokoh, utuh dan matang. Keberhasilan memberi perhatian pada semua aspek perkembangan ini akan memberi dampak pada kesuksesan anak dikemudian hari, baik secara sosial maupun akademik.

Saat ini masalah yang seringkali muncul adalah anak dibiarkan, ditelantarkan, ditakuti dan akhirnya kurang dapat bimbingan perkembangan potensi yang demikian.

Pada keadaan ini peran utama dalam mendidik seorang anak adalah orang tua, untuk mengawal tumbuh kembang anak agar berkembang sesuai harapan. Menjadi anak yang cerdas, kuat, beriman dan berguna dalam kehidupannya kelak. 

Pada posisi manusia kita bisa memahami semenjak “Mauludin” dari semenjak mereka dilahirkan ke dunia. Manusia saat dilahirkan tidak dalam keadaan kosong, namun manusia saat dilahirkan kedunia memiliki potensi fitrah. Rasulullah bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah dan ibunya yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi (Hr. Bukhari dan Muslim).

Fitrah disini dalam Fathul Baari: 339 “mengacu kepada agama yang benar yaitu agama tauhid.” Yaitu agama islam. Sehingga seiring bertambahnya hari anak akan dipengaruhi oleh lingkungannya baik orang tuanya yang mengarahkan atau lingkungan sekitarnya. Potensi keimanan seorang anak terkhusus ini berkembang dan mengikuti lingkungan dan amaliyah kebiasaan manusia sesuai pergaulannya.

Anak ini ibarat Jauhar atau permata yang sangat indah ketika anak itu lahir permata ini belum diukir, dibentuk menjadi suatu rupa. Sehingga Allah mengamanatkan anak ini kepada orang tuanya mau dibentuk seperti apa sekarang dan untuk dikemudian harinya.

Bahkan Allah untuk memahami manusia ini dapat kita lihat dari penggunaan kata kum (kalian) dan ahli (keluarga) dalam Qs. At-Tahrim: 6. “Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…..

Apalagi pada zaman sekarang orang tua sangat berperan penting untuk tumbuh dan berkembangnya anak, sebelum anaknya dimasukkan ke sekolah atau pesantren maka anak ini akan melihat dunia luar terlebih dahulu yang jika tidak dibimbing dengan baik dikhawatirkan akan tergerus oleh arus yang ada. Karena pada dasarnya pendidikan anak yang paling utama adalah rumahnya terutama Ibu dan Bapaknya. Mendidik adalah tugas dan tanggung jawab orang tuanya sebagai pendidikan awal “Al-Umm madrosatul ula“. Anak disebut walad, orang tua disebut Walid. Atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut Wildan (anak-anak yang butuh pengasuhan) kalimat itu disebutkan dalam Qs. Al-Waqi’ah: 17-18, dan Qs. Al-Insan: 19.

Ketika anak dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apapun, namun Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar bersyukur kepada Allah. Secara jelas bisa dilihat dalam Qs. An-Nahl: 78. Allah memberi potensi manusia berkembang “Potensi panca indra (pendengaran dan penglihatan) dan potensi hati yang menggambarkan kecerdasan intelektual atau IQ (kesadaran, memori), kecerdasan emosional atau EQ (qald, nafs) dan kecerdasan Spiritual atau SQ (Fuad, hati nurani) [Suderajat, 2011:25]. Manusia itu makhluk sempurna yang Allah ciptakan dengan segenap potensi dan kelebihan dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.

Pada sekian banyak pengertian tentang fitrah, bahwa kuncinya fitrah itu adalah potensi manusia. bukan hanya pada potensi agama atau dilahirkan dalam keadaan bertauhid kepada Allah. namun banyak juga potensi lainnya. Menurut ibnu taimiyah sebagaimana disitir Jauhaja S. Praja pada diri manusia juga memiliki setidaknya tiga potensi fitrah yaitu:

  1. Daya intelektual (Quwwat al-aql) yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan mengesakan tuhannya. Melalui potensi ini manusia dapat membangun peradaban.
  2. Daya Ofensif (quwwat a-syahwat) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
  3. Daya Defensif (quwwat al-qhaddab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya. potensi insting yang memungkinkan manusia dapat mempertahankan diri dalam keadaan darurat yang kurang menguntungkan.

Kemudian ada juga pendapat Ibnu Taimiyah yang dikutip Nurcholis Majdid yang membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:

  1. Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak lahir. potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan
  2. Fitrat al-Munaazalat merupakan potensi luar manusia. adapun wujud dari fitrah ini yaitu Wahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al-gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.

Muhammad Bin Asyur sebagaimana disitir M. Quraish Shihab (1994) dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberapa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:

  1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki
  2. Potensi akliyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah premis.
  3. Potensi Rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tentram, dan sebagainya.

Dalam prespektif pendidikan islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional (akal) dan kekuatan spiritual (agama).  Ketiga kekuatan inilah yang kemudian dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam perbuatan amaliah manusia sehari-hari, baik secara vertikal maupun horizontal. Perpaduan ketiganya merupakan kesatuan yang utuh.

Dalam pendidikan islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada jasmani maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis religius dalan diri peserta didik.

Fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki kebutuhan. Menrurut Zakarya Drajat ada dua kebutuhan peserta didik yaitu:

  1. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, bebas, mengenal dan rasa sukses
  2. Kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan dan papan.

Dalam perkembangannya manusia ingin selalu dipenuhi kebutuhan hidupnya, secara layak dan dapat hidup sejahtera. Tetapi kehidupan sejahtera sifatnya relatif, karena selalu berkembang sesuai dengan perkembangan sosial budaya. Semakin maju suatu masyarakat, maka akan semakin beraneka ragam kebutuhan. Menurut Zuhairini, dkk [95-97], kebutuhan pokok manusia antara lain yaitu:

  1. 1. Kebutuhan Biologis

kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah, yang merupakan kebutuhan hidup manusia yang primer, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan kebutuhan sexsual. Setiap orang tentu akan memenuhi kebutuhan biologis tersebut, namun cara pemenuhan kebutuhan tersebut berbeda satu dengan yang lain, tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing.

  1. 2. Kebutuhan Psikis

Kebutuhan Psikis yaitu kebutuhan rohaniah. Manusia membutuhkan rasa aman, dicintai dan mencintai, bebas, dihargai, dan lainnya. Manusia adalah makhluk yang disebut “psycho-physik netral” yaitu sebagai makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Dalam kemandirian itu manusia memiliki potensi untuk berkembang dan tumbuh, untuk itu diperlukan adanya pendidikan, agar kebutuhan psikis dapat terpenuhi dengan seimbang.

  1. 3. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan manusia bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka manusia memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembangkan interaksi antara masyarakat.

  1. 4. Kebutuhan Agama (spiritual)

Kebutuhan Agama (spiritual) yaitu kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahir manusia sudah membawa fitrah beragama dan akan berkembang degan adanya pendidikan. Dengan demikian manusia disebut dengan makhluk berketuhanan atau disebut juga dengan makhluk beragama, karena dengan adanya agama manusia akan dapat ketenangan lahir dan batin.

  1. 5. Kebutuhan Paedagogis (intelek)

Kebutuhan Paedagogis (intelek) yaitu kebutuhan manusia terhadap pendidikan. Manusia disebut homo- educandum, yaitu akhluk yang harus dididik, oleh karena manusia itu dikategorikan sebagai animal educable, yakni sebagai makhuk sebangsa binatang yang dapat dididik. Karena manusia mempunyai akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan, di samping manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri (self-forming).

Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidupnya memerlukan pendidikan. Namun pendidikan yang baik dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga terjadilah beragam agama dan kecerdasan setiap individu.

Seluruh potensi tersebut harus dibina dan dikembangkan melalui pendidikan yang baik. Maka rawat betul mutiara tersebut bentuklah agar semakin indah dan harapannya anak-anak kita menjadi pribadi yang cerdas, berguna untuk manusia yang lainnya, yang paling utama dekat dengan Allah taat terhadap perintah Allah, berbakti kepada kedua orang tua.

Penulis: Ikbal Ropik

Referensi: Hadits Manajemen Pendidikan, Dr. H. Moh. Sulhan, M.Ag.

Artikel lainnya di: tarbawiy.com

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *